Penghargaan International Exhibition For Young Inventor |
Berawal dari rasa kasihan pada ibundanya saat gagal membuat kue karena telur busuk, Wisnu, siswa kelas 12 SMA Taruna Nusantara, Magelang, berhasil membuat detektor telur busuk. Keberhasilan ini mengantarkannya meraih medali emas kategori "The best Invention Food and Agriculture" dalam ajang International Exhibition For Young Inventor di Kuala Lumpur, Kamis-Sabtu, 9-11 Mei 2013.
Wisnu merupakan salah satu siswa yang mewakili Indonesia dalam ajang tersebut. Ia tak menyangka alat yang dibuatnya sejak SMP bisa mendapatkan apresiasi dari dunia internasional. "Waktu SMP pernah saya ikutkan kejuaran, namun tidak juara," kata pria kelahiran Soroako, 18 Juni 1995.
Wisnu bercerita tentang ide awal pembuatan alat ini. Dia mengaku tertarik pada elektronika sejak kelas 5 SD. Saat itu, ia sering melihat ayahnya, Sarno, yang juga guru matematika sekaligus pembimbing Karya Ilmiah Remaja (KIR) membimbing siswa membuat alat-alat elektronika.
Ketertarikannya membuat alat semakin menggebu saat dia melihat ibunya gagal membuat kue gara-gara ada telur busuk masuk. Sebelum ia membuat alat, ia mencari metode yang cocok. Dia menjelaskan, untuk melihat telur busuk ada tiga cara yakni menerawang, merendam di air, dan mendeteksi dengan hidrogen sulfida.
"Saya memilih metode yang paling praktis yakni menerawang. Akhirnya saya memilih sumber cahaya senter karena mudah didapat dan murah," katanya.
Wisnu Memeragakan Detektor Telur Busuk |
Alat itu dirakit sendiri. Dia menambahkan alat lain seperti sirkuit listrik untuk sensor cahaya, lengan besi, dan casing plastik. "Bahan-bahan ini saya ambil dari alat bekas milik ayah," ungkap Wisnu.
Kurang lebih satu minggu ia membuatnya. Untuk uji coba alat ini, ia juga mengalami trial and error. Selama berbulan-bulan ia mencoba pada telur ayam dan bebek. Hingga akhirnya berhasil memberi kesimpulan, warna merah menandakan telur busuk, dan hijau menandakan telur normal. "Alat ini tidak bisa diujicobakan dalam telur puyuh," tambahnya.
Dana untuk membuat alat ini sekitar Rp 55 ribu. Alat ini pun lantas disimpan selama tiga tahun sebelum diikutkan dalam ajang internasional tersebut.
Sebelumnya, alat ini sudah mendapatkan juara kedua dalam LIPI National Young Inventor Award pada September 2012. Baru Maret 2013, alat ini harus bersaing dengan belasan negara di dunia. "Kemenangan alat ini kata juri lebih pada ide penemuan. Katanya ide sangat kreatif," tambahnya.
Soal hak paten alat, Wisnu mengatakan telah ditawari oleh LIPI. Hanya saja saat ini, Wisnu belum bisa memproduksi prototype-nya karena akan mempersiapkan kuliah awalnya. "Saya pengin masuk di Institut Teknologi Bandung jurusan elektronika. Saya mau berkonsentrasi sekolah dulu," kata lulusan SMP Yayasan Pendidikan Soroako Singkole.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar